Subscribe Us

Header Ads

Tekstil Kita

Webinar membahas permasalahan industri tekstil bersama Fakultas Teknik Industri UII Jogja.

SAYA tak menyangka mendapat telepon dari kampus almamater saya: Fakultas Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta. Dari ujung telepon, penelepon meminta saya menjadi narasumber seminar online atau webinar. Tak kuasa menolak, permintaan itu akhirnya saya penuhi. 

Webinar itu sudah cukup lama, pada Kamis 28 Mei 2020. Penggagasnya Fakultas Teknik Industri, Prodi Rekayasa Tekstil. Dari website kampus yang saya baca, webinar cukup diminati banyak peserta. Inilah webinar kali kedua yang diadakan pihak UII dengan jumlah pendaftar hingga mencapai 475 peserta. Pesertanya tersebar dari 32 provinsi, bahkan beberapa di antaranya ada yang berasal dari Malaysia, Jepang, dan Belanda. 

“Mewujudkan sumber daya manusia (SDM) industri tekstil yang unggul” menjadi tema webinar. Selain saya, webinar juga menghadirkan narasumber lain yakni Dra. Isti Triasih (Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dikpora DI Jogjakarta), Suharno Rusdi, Ph.D, Ketua Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) sekaligus ketua jurusan teknik kimia UII. Webinar berjalan menarik dipandu dosen Program Studi Rekayasa Tekstil, Febrianti Nurul Hidayah, S.T, B.Sc., M.Sc. 

Industri tekstil nasional dan permasalahannya.

Saya senang mendengar Dikpora Jogjakarta sangat memerhatikan SMA/SMK pengembang tekstil. Ibu Isti menyampaikan optimisme bahwa SDM yang produktif tidak akan menganggur setelah lulus. Beliau juga memberikan tips tentang proses belajar mengajar yang menyenangkan. 

Senada, Pak Suharno Rusdi menguraikan peran pemerintah, industri, dan institusi pendidikan dalam memajukan sumber daya manusia, khususnya industri tekstil dan produk tekstil. 

Beliau juga memaparkan tentang new normal dan bagaimana IKATSI memprediksi serapan tenaga kerja industri tekstil saat kenormalan baru. 

Juga menyampaikan pikiran agar pemerintah perlu melindungi karya tekstil anak bangsa. Usul konkretnya: perlu disusun UU Ketahanan Sandang. Pak Suharso yang pakar tekstil itu tampak kecewa mengetahui kebijakan impor alat pelindung diri (APD) dari luar negeri saat pandemi berlangsung. Akibatnya, APD buatan anak bangsa banyak menumpuk di gudang tidak terbeli. 

Saya sampaikan kepada peserta webinar dan khalayak bahwa pemerintah mencanangkan Indonesia pada 2045 menjadi salah satu pusat pengembangan Iptek di kawasan Asia dan dunia, terutama dalam ilmu kemaritiman, studi biodiversitas, teknologi material, serta studi kebencanaan dan mitigasi bencana. 

Strategi peningkatan produktivitas itu dilakukan melalui peningkatan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi. Kerja sama perguruan tinggi dengan industri dan pemerintah berupa peningkatan kualitas perguruan tinggi berbasis industri menjadi fokus perhatian. 

Industri hilir produk garmen.

Menurut saya problem industri tekstil dan produk tekstil nasional tidak hanya terkait banjir impor. Tetapi juga persoalan di hulu dan tengah yang masih kurang kompetitif. Industri hulu tekstil memproduksi serat polyester dan benang filamen. Sementara, industri tengah tekstil memproduksi kain, benang, dan printing. Kemudian, industri hilir membuat produk garmen. 

Industri tengah tekstil nasional menjadi kurang maksimal lantaran mesin produksi sudah berumur. Karena kondisi mesin sudah berumur, operasional industri tengah menjadi tidak optimal. 

Akibat ketidakmampuan industri tengah inilah yang menyebabkan industri hulu terpaksa mengekspor produknya untuk diproses ke luar negeri. Dalam rantai produksi ini, ketidakmampuan industri tengah juga berimbas kepada industri hilir. 

Normalnya, hasil produksi industri hulu bisa ditangkap oleh industri tengah, lalu industri tengah bisa memenuhi kebutuhan industri hilir. Artinya, produksi yang ada di dalam negeri belum mencukupi bagi industri-industri hilirnya. Problem inilah yang perlu menjadi pemikiran bersama. (*)

Post a Comment

0 Comments