Subscribe Us

Header Ads

Napas Panjang Otsus Papua

OTSUS PAPUA: Penulis berdiskusi membahas Otsus Papua bersama Wapres RI KH Ma'ruf Amin.


Tahun 2021 ini menjadi ujung tenggat pengucuran dana otonomi khusus (Otsus) Papua. Kabar teranyar, pemerintah dan DPR telah sepakat melanjutkan Otsus ke Papua selama 20 tahun ke depan hingga 2041.

Perpanjangan aliran dana ini dilakukan melalui perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Provinsi Papua. Melalui revisi UU ini, pemerintah dan DPR sepakat mengubah 20 pasal yang terdiri dari 3 pasal usulan pemerintah melalui Surat Presiden dan 17 pasal di luar usulan pemerintah.

Salah satu pasal yang diubah mengenai besaran dana Otsus yang dikucurkan kepada Papua. Poin pentingnya, dana Otsus Papua meningkat menjadi 2,25 persen.

Sabtu (28/08) pekan lalu, Otsus Papua menjadi salah satu topik yang saya diskusikan bersama Wapres KH Ma’ruf Amin. Saya sepakat bahwa ketertinggalan dalam berbagai hal di Bumi Cendrawasih harus dientaskan. Caranya sudah tepat: otonomi khusus (Otsus) Papua.

Saya juga setuju dengan pendapat bahwa Otsus Papua bukan sekadar faktor uang. Seberapa pun dana yang digelontorkan, pengaruhnya tidak akan signifikan apabila ada yang salah dalam pengelolaannya.

Kita harus berani mengatakan fakta yang sebenarnya jika dana yang telah dikucurkan pemerintah pusat belum begitu terlihat dampaknya. Ya, pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan dan penanganan kesenjangan masih jauh dari harapan.

Ada baiknya kita membuka kembali dana otsus yang telah disalurkan. Sejak otsus diberikan pada 2002 hingga 2021, dana yang telah mengalir ke tanah Papua mencapai Rp 138,65 triliun. Selain itu juga digelontorkan anggaran Rp 953 triliun untuk pembangunan Papua dan Papua Barat. Rinciannya, dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp702,3 triliun dari 2005-2021 dan belanja kementerian/lembaga pada periode yang sama Rp251,29 triliun.

Artinya, sudah lebih Rp1000 triliun dana yang dikucurkan dari berbagai sumber dana. Bukan jumlah yang sedikit, tetapi dana yang besar tersebut belum berhasil menciptakan percepatan pembangunan Papua dalam berbagai sektor.

Lalu apa yang menjadi penyebabnya? Buruknya tata kelola dana Otsus menjadi faktor dominan. Bayangkan, Bappenas menyebut 51,7 persen kabupaten/kota di Papua mendapatkan opini disclaimer dan adverse. Ini tentu suatu yang memiriskan. Maka yang perlu dilakukan adalah pendampingan dan supervisi agar transparansi dan akuntabilitas tata kelola dana otsus berjalan dengan baik.

Identifikasi dan keselarasan kebutuhan riil masyarakat Papua patut menjadi perhatian. Diperlukan pula grand design yang komprehensif dan terintegrasi. Begitu juga reformasi tata kelola dana otonomi khusus dengan sistem pengawasan terpadu.

Otsus Papua adalah pengalaman. Telah banyak pula yang melihat. Cara yang bisa dipakai untuk memperbaikinya adalah melakukan perubahan. Bagaimana menurut anda? (*)

Post a Comment

0 Comments