Subscribe Us

Header Ads

Angka Nol Kemiskinan Ekstrem

DARI JAWA BARAT: Koordinasi program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem bersama jajaran Pemprov Jawa Barat, Rabu (25/09/2021).


Konsep yang baik itu penting, tetapi belum bisa dikatakan baik manakala hanya sebagian kecil yang bisa direalisasikan.

Poin ini menjadi alas pikir ketika program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem didiskusikan secara maraton bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sudah rampung dan telah diplenokan pada rapat kordinasi Rabu (25/08/2021).

Sebagai bagian dari Tim Ahli Wakil Presiden RI yang terlibat dalam rapat-rapat maraton itu, saya ingin menyampaikan bahwa saat ini pemerintah tengah fokus berupaya mengatasi kemiskinan ekstrem.

Menurut data BPS, kemiskinan ekstrem di negara kita mencapai 4 persen dari total penduduk atau sekitar 10,86 juta jiwa. Melalui program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem mencapai nol persen pada 2024.

SOLUSI PROGRAM: Sejumlah program dan strategi percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem.


Program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem sebenarnya untuk menyasar penduduk miskin ekstrem di 25 provinsi dan 212 kabupaten/kota di Indonesia. Namun, Presiden meminta Wapres dan para menteri untuk fokus di tujuh provinsi terlebih dahulu, yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Penetapan tujuh provinsi sebagai fokus program didasari keterbatasan dana dan ketujuh provinsi tersebut memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang signifikan.

Ibarat hujan dengan air yang terbatas, tentu tidak maksimal membasahi seluruh area yang luas, sehingga perlu fokus di daerah tertentu agar hasilnya optimal. Begitu Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi mengibaratkan.

FOKUS PROVINSI: Program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem pada tahun ini fokus di tujuh provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.


Dari tujuh provinsi tersebut, nantinya akan diambil lima kabupaten/kota dari masing-masing provinsi, sehingga secara total fokus penanganan kemiskinan ekstrem tahun ini akan menyasar 35 kabupaten/kota. Berikutnya akan berlanjut ke provinsi-provinsi lainnya yang ditargetkan sampai 2024.

Konsolidasi Data

Dalam upaya mengatasi kemiskinan ekstrem utamanya di 7 provinsi yang menjadi fokus tahun ini, Wapres RI KH Ma’ruf Amin menekankan pentingnya konsolidasi dan pembaharuan data.

Updating data sangat penting mengingat banyak sekali data yang masih perlu dikonsolidasikan. Kondisi akibat pandemi membuat jumlah warga miskin baru bertambah.

ARAHAN WAPRES: Dalam upaya mengatasi kemiskinan ekstrem utamanya di 7 provinsi yang menjadi fokus tahun ini, Wapres RI KH Ma’ruf Amin menekankan pentingnya konsolidasi dan pembaharuan data.


Wapres meminta meminta Menteri Sosial (Mensos) untuk menyempurnakan data dan berkoordinasi dengan kementerian-kementerian lain, salah satunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Koordinasi dengan Kemendes penting dilakukan, karena Kemendes telah melakukan konsolidasi data terlebih dahulu untuk kepentingan bantuan dana desa, termasuk di dalamnya data jumlah orang miskin dan miskin ekstrem, serta data lembaga instruktur sosial kemasyarakatan di desa.

Untuk itu, Wapres meminta kepada para kepala daerah di 7 provinsi yang menjadi target program penanganan kemiskinan ekstrem agar juga melakukan koordinasi dan konsolidasi data dengan Kemensos.

Mengapa koordinasi data sangat penting? Ini terkait dengan dana yang akan dikirim pusat ke daerah, sehingga diharapkan benar-benar tepat sasaran.

Selain konsolidasi data, Wapres juga menekankan pentingnya keterbukaan para kepala daerah mengenai keadaan dan berbagai masalah yang dihadapi di daerah masing-masing, terutama terkait dengan kemiskinan ekstrem.

Menindaklanjuti program percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem, Rabu (29/09/2021) program tersebut kami diskusikan bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

DALAM ROMBONGAN: Mewakili Tim Ahli Wapres sebelum bertolak ke Bandung.


Dipimpin langsung oleh Wapres KH Ma’ruf Amin, diskusi membahas strategi penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat dihadiri Mendagri Tito Karnavian, Kepala Sekretariat Wapres Mohammad Oemar, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemeretaan Pembangunan Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Eddy Satriya, Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi, Staf Khusus Wapres Bambang Widianto, dan mewakili Tim Ahli Wapres diwakili oleh saya dan Herman Widjojo.

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengapresiasi komitmen Pemerintah Pusat untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem di Jabar. Ia meyakini kebijakan pusat dan daerah bisa selaras sehingga upaya penanggulangan bisa lebih cepat.

Pada kesempatan tersebut, Mendagri Tito Karnivan mengajak pemerintah daerah baik di provinsi dan kabupaten/kota berkolaborasi mengeluarkan sekitar 480.000 jiwa di Jabar keluar dari kemiskinan ekstrem.

Kolaborasi yang dimaksud adalah berbagai program kemiskinan dari pusat sampai kab/kota disinergikan agar geraknya searah dan tidak tumpang tindih.

Terhadap kabupetan/kota di Jabar yang serius dan berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem, pemerintah pusat akan memberikan dana insentif daerah lebih kepada pemda yang berkinerja baik. Evaluasi atas kinerja akan dilakukan secara berjangka.

Wapres mengatakan ada sejumlah solusi yang dapat dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem, yakni perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Wapres menekankan setiap program pengentasan kemiskinan di daerah harus berbasis _by name by addres_ agar tepat sasaran.

Menurut Wapres, tingkat kemiskinan di Indonesia kini berada di angka 10,19 persen dengan kemiskinan ekstrem 3,8 persen. Pemerintah Indonesia menargetkan 2024 tingkat kemiskinan 6-7 persen dengan tingkat kemiskinan ekstrem 0-1 persen pada 2024. (*)

Post a Comment

0 Comments