Subscribe Us

Header Ads

"Mulut Harimau" Edy Mulyadi



SAYA tidak mengenal Edy Mulyadi. Tidak pernah pula berniat mencari tahu. Tidak ada hal penting untuk mengenalnya lebih jauh. Kalau saya menjadi tahu tentang dia, ini karena nama dia tiba-tiba ada dalam tangkapan layar di smartphone. Media daring dan media sosial menyoroti ucapannya yang viral. Keterkenalan akibat mulutmu harimaumu!

Saya dapat memahami apabila masyarakat Kalimantan, terkhusus masyarakat Kalimantan Timur tersinggung atau tersakiti atas ucapannya. Karena tidak sepakat ibu kota negara berpindah ke Kalimantan Timur lantas menyebut Kalimantan tempat jin membuang anak. Kata-kata itu selain lepas substansi, juga bernuansa SARA dan mengoyak kebhinekaan. Wajar apabila masyarakat Kalimantan tersulut.

Tidak mengapa tidak setuju dengan pemindahan ibu kota negara, tetapi menghina masyarakat Kalimantan adalah cerita lain. Demokrasi yang sehat itu penting untuk dipertahankan. Dan perbedaan adalah sesuatu yang lumrah. Namun, demokrasi yang sehat juga harus diisi dengan hati dan pikiran yang sehat pula. Perbedaan pandangan atau ketidaksepakatan yang dibalut dengan hinaan dan caci-maki adalah ciri demokrasi yang sakit. Mereka yang melakukannya adalah ciri orang yang sakit.

Tentu saya mengikuti dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undangan Ibu Kota Negara (IKN) hingga disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR RI. Bila kemudian muncul pro dan kontra setelah UU IKN disahkan, ini pun hal yang biasa.

Saya membaca dengan cermat catatan-catatan kritis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan UU IKN. Pun catatan-catatan kritis yang disampaikan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan sejumlah ahli/masukan publik dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) ketika RUU IKN dibahas oleh Tim Pansus DPR RI. Risalah, catatan rapat, laporan singkat, dan dokumentasi video dapat diakses oleh publik di laman openparliament.id.
Saya yakin dan percaya, catatan-catatan kritis itu akan dijadikan pertimbangan oleh pemerintah sebelum produk hukum turunan UU IKN dikeluarkan.

CONNECTING PEOPLE AND PARLIAMENT: Website openparliament.id


Untuk satu hal ini, saya harus mengatakan dengan apa adanya bahwa kanal Open Parliament merupakan sebuah terobosan besar DPR RI dalam upaya membangun keterbukaan parlemen yang mensyaratkan adanya kolaborasi parlemen dan masyarakat sipil.

Adalah Indonesian Parliamentary Center - salah satu organisasi masyarakat sipil yang menjadi mitra sekretariat Open Parliament Indonesia DPR RI yang menghadirkan web ini untuk memperkuat keterhubungan masyarakat dan DPR.

Anda yang ingin menyampaikan catatan kritis, sudut pandang yang berbeda, atau ketidakpuasan terhadap substansi UU IKN bisa memanfaatkan ruang komunikasi digital ini. Lebih elegan, terdokumentasi, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut saya, catatan kritis dari masyarakat, tokoh atau aktivis terhadap UU IKN justru penting agar produk hukum turunan UU IKN sesuai dengan harapan masyarakat.

Yang terpenting untuk saat ini adalah mengawal proses selanjutnya agar pandangan dari berbagai pihak yang belum terakomodir bisa terakomodir dalam pelaksanaan pemindahan ibu kota negara.

Satu hal yang pasti, UU IKN telah mengikat dan menjadi konsensus kenegaraan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa tidak mengapa tidak sepakat dengan pemindahan ibu kota negara, tetapi menghina masyarakat Kalimantan adalah cerita lain. 

Mulutmu harimaumu! Jarimu harimaumu! Begitulah peribahasa yang senantiasa kita ingat untuk menjaga setiap ucapan dan tulisan agar tidak celaka oleh ucapan dan tulisan kita sendiri. (*)

Post a Comment

0 Comments