Subscribe Us

Header Ads

Menjawab Tantangan Stunting

PROBLEM STUNTING: Wapres KH Ma'ruf Amin dalam Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting di Istana Wapres, Rabu (11/05/2020).


Betapa persoalan kesehatan yang satu ini menjadi problem serius di Indonesia. Apakah itu? Ya, stunting, kontet, atau kerdil-kekurangan gizi kronis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Sejak Agustus 2017, pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Penanganan Stunting. Secara bertahap persentase anak balita kontet bisa ditekan, tapi masih jauh dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Kasus stunting banyak ditemukan di daerah dengan kemiskinan tinggi dan pendidikan rendah. Memang, angka prevalensi stunting Indonesia menurun. Tetapi, penurunan tersebut belum sesuai target yang diharapkan oleh pemerintah.

Target pemerintah, penurunan angka prevalensi stunting di tanah air hingga 14 persen pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, setidaknya pada 2022 ini angka prevalensi stunting harus diturunkan minimal 3 persen dari angka saat ini yang masih mencapai 24,4 persen.

Rabu (11/05/2022), di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan, No. 6 Jakarta Pusat, saya hadir mendampingi Wapres KH Ma’ruf Amin membahas persoalan ini dalam Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat.

Cara apa yag harus dilakukan untuk menurunkan angka stunting menjadi 3 persen? Menurut Wapres hal itu bisa dilakukan melalui konvergensi (program) intervensi spesifik dan sensitif yang tepat sasaran, serta didukung data sasaran yang lebih baik dan terintegrasi, pembentukan TPPS dan (penguatan) tingkat implementasinya hingga di tingkat rumah tangga melalui Posyandu.

UNTUK GENERASI EMAS: Bersama tim Wapres dalam rakor membahas penurunan stunting.


Catatan yang disampaikan Wapres, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen, atau menurun 6,4 persen dari angka 30,8 persen pada 2018.

Pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi hingga 14 persen pada tahun 2024. Itu artinya, angka prevalensi stunting harus diturunkan sebesar 10,4 persen dalam 2,5 tahun ke depan.

“Tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya,” tutur Wapres.

Untuk itu, Wapres pun berharap setiap Kementerian/Lembaga (K/L) dapat menyusun rencana pencapaian setiap target antara yang menjadi tanggung jawabnya dan memastikan kecukupan dana, sarana, serta kapasitas implementasinya.

“Pelaksanaan program harus dipantau, dievaluasi dan dilaporkan secara terpadu dan berkala. Sehingga dapat diketahui perkembangan, capaian, dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya, yang kemudian kita bisa mengambil langkah berikutnya untuk memastikan target prevalensi 14 persen pada tahun 2024 bisa dicapai,” pinta Wapres.

Ditekankan pula oleh Wapres bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai ketua tim pelaksana penanganan stunting perlu didukung seluruh K/L terkait sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Selain itu, perlu dipastikan agar Rencana Aksi Nasional Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) digunakan sebagai pedoman untuk percepatan penurunan stunting di tingkat lapangan.

Adapun terkait alokasi anggaran penurunan stunting di TA 2022 baik melalui APBN, APBD maupun APBDesa, Wapres meminta agar juga disinergikan.

Catatan penting terkait anggaran penurunan stunting, Wapres menekankan agar dihitung lagi, dikalkulasi lagi, dan dikonsolidasikan agar lebih efektif dan efisien.

FOKUS PROGRAM: Diperlukan intervensi lebih intensif pada daerah "merah" kasus stunting. 


Penanganan stunting perlu difokuskan pada daerah-daerah dengan angka prevalensi tinggi dan daerah yang mempunyai jumlah anak stunting tinggi melalui intervensi yang lebih intensif, pendanaan yang terkonsolidasi dan terpadu, sehingga lebih efektif dan efisien.

Beberapa daerah “merah” dalam kasus stunting yang perlu mendapat perhatian di antaranya adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Daerah-daerah tersebut mempunyai prevalensi tinggi.

Daerah lain yang memiliki jumlah anak stunting yang banyak dan juga perlu mendapat perhatian yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Sumatera Utara.

Kita mengetahui bersama bahwa Indonesia digadang-gadang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dalam beberapa dekade mendatang. PricewaterhouseCoopers (PWC) misalnya, memprediksi ekonomi Indonesia masuk dalam lima besar dunia pada 2030, bahkan menjadi ke-4 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2050.

Jika itu terjadi, posisi Indonesia hanya akan ada di bawah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Prediksi tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap stabil, dan populasi yang besar.

Alih-alih menjadi berkah, bonus demografi terancam menjadi malapetaka karena tingginya persentase balita penderita stunting. Investasi perbaikan gizi diyakini membantu memutus lingkaran kemiskinan.

Jadi, janggap anggap remeh persoalan stunting jika tidak menginginkan hilangnya generasi masa depan kita. Inilah yang telah pemerintah lakukan dalam mengantisipasi generasi yang hilang sekaligus menghadirkan generasi emas di masa mendatang. (*)

Post a Comment

0 Comments